DUNIA NEWS- DALAM pertemuan para elite partai politik di kediaman Presiden Prabowo Subianto, di Hambalang, Jawa Barat, konon muncul wacana koalisi permanen, yaitu koalisi antarpartai politik pendukung pemerintahan yang dipermanenkan untuk selamanya. Meskipun masih dalam ranah wacana politik, koalisi permanen telah menjadi perbincangan hangat yang mengundang respons beragam dari berbagai pihak. Sebagian melihatnya sebagai solusi jangka panjang untuk stabilitas pemerintahan, sementara yang lain menganggapnya sebagai ancaman terhadap kualitas demokrasi. Dalam sistem pemerintahan, kerja sama antarpartai diperlukan untuk membentuk pemerintahan yang stabil. Namun, kerja sama tersebut tetap harus membuka ruang bagi persaingan yang sehat, di mana gagasan dan kepentingan berkompetisi antarpartai tetap terbuka dan dinamis. Tentu beralasan ketika kita mengatakan bahwa koalisi permanen diperlukan untuk menjaga stabilitas pemerintahan, karena situasi politik di negeri ini yang cukup rentan. Desa dan Swasembada Pangan Artikel Kompas.id Melalui kerja sama permanen, kebijakan tidak akan selalu bergantung pada negosiasi pragmatis setiap kali terjadi perubahan konstelasi politik. Namun, perlu diingat bahwa pemerintahan yang stabil bukan sekadar tehubung dengan faktor koalisi, melainkan terkait sangat erat dengan kompetensi kepemimpinan dan sistem yang baik. Baca juga: Prabowo Capres 2029: Pencapresan Terlalu Dini Kepentingan partai Tidak perlu ditanyakan lagi apakah koalisi permanen dibuat untuk kepentingan partai politik. Sudah paten bahwa keuntungan koalisi permanen mengarah ke kepentingan partai. Basis utama koalisi adalah partai-partai ingin memastikan mereka tetap bagian dari kekuasaan. Sejak awal keberadaannya, koalisi di belahan dunia mananpun tidak pernah lepas dari naluri dasar partai untuk berkuasa. Partai politik bukanlah “lembaga sedekah” yang berdiri tanpa tujuan kekuasaan. Mimpi kalau ada partai politik berjuang mati-matian dalam Pemilu hanya untuk menjadi penonton setelahnya. Apakah salah kalau partai politik berburu kekuasaan melalui pembentukan koalisi permanen? Tentu tidak. Demokrasi pun membuka ruang bagi partai untuk berkuasa. Seperti tidak salahnya seekor singa yang berburu rusa untuk bertahan hidup, begitu juga dengan partai politik berebut kekuasaan untuk tetap eksis. Namun, dampak dari koalisi permanen tetap harus dihitung. Koalisi permanen bisa menjadi arena “kongkow partai-partai” membuat kesepakatan di belakang layar untuk mempertahankan kekuasaan yang membuat rakyat kehilangan saluran untuk memilih alternatif yang lebih baik.[Dnisa/Kompas]