AS dan Rusia Rujuk Usai Ketegangan Empat Tahun, Trump-Putin Siap Gelar KTT?


DUNIA NEWS - Amerika Serikat dan Rusia rujuk kembali setelah sekitar empat tahun tegang gara-gara perang di Ukraina.

Rusia melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2021. Hari-hari setelah itu, perang terus berkobar.

Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden saat itu ikut campur dengan terus mengucurkan bantuan militer ke Ukraina. Rusia padahal sudah mewanti-wanti Negeri Paman Sam untuk tak intervensi. Hubungan kedua negara itu pun panas.

Lalu pada Selasa, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov. Mereka sepakat bekerja sama di masa mendatang.

Pertemuan itu terjadi di bawah pemerintahan Trump dan Putin sekaligus menjadi tanda kedekatan dua negara tersebut.

Dalam pertemuan terakhir antar Menlu, Trump dan Putin juga disebut akan menggelar konferensi tingkat tinggi (KTT) untuk membahas berbagai konflik global termasuk relasi AS-Rusia. Namun, sejauh ini belum ada waktu pasti pertemuan tersebut bisa digelar.

Seberapa dekat Trump dan Putin?

Trump dilaporkan memiliki kedekatan dengan Putin. Pada Januari lalu, Putin bahkan mengatakan hubungan dengan Trump seperti bisnis.

"Namun, pragmatis dan berdasarkan kepercayaan," kata dia, dikutip Anadolu Agency.

Putin di kesempatan itu juga mengatakan jika Trump menang pemilihan presiden pada 2020 maka tak akan ada perang Ukraina.

Trump dan Putin juga kerap melontarkan pujian.

Pada 2022 lalu, Trump memuji Putin dengan sebutan "jenius" setelah Rusia mencaplok Donetsk dan Luhansk di tengah perang Ukraina.

Di pemilu 2024, Trump sesumbar akan menyelesaikan perang Rusia-Ukraina jika menang. Dia berusaha mewujudkan celotehnya ditandai dengan pertemuan antar Menlu AS-Rusia pada pekan ini.

Langkah kaki Trump ke Gedung Putih disebut menguntungkan Rusia. Manfaat ini seperti membantu mengamankan tujuan strategis Negeri Beruang Merah dan posisi negosiasi presiden AS yang melemah.

Selain itu, Putin diam-diam akan mendominasi setiap pembicaraan bilateral AS-Rusia. Situasi tersebut bisa menata ulang posisi negosiasi Gedung Putih dan mengejar inisiatif kebijakan luar negeri yang berani atas nama Rusia.

engamat Hubungan Internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, mengatakan hubungan Trump dan Putin bak proksi.

"Ya kurang lebih begitu. Makanya Trump jadi percaya diri kalau dia memimpin AS, Putin nggak akan menyerang AS," kata Fahmi saat ditanya apakah Trump adalah proxy Putin kepada CNNIndonesia.com pada 2022.

Kedekatan Trump dan Putin juga bukan relasi tanpa visi. Mereka punya kepentingan masing-masing.

Ketika itu, Fahmi mengatakan Trump punya kepentingan memenangkan Pilpres 2024, sementara Putin ingin AS tidak mengganggu kepentingan-kepentingan Rusia.

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah punya pandangan lain soal relasi kedua kepala negara itu.

Menurut dia seorang presiden AS tak mungkin bisa menjadi proksi negara lain.

"Yang mungkin adalah perilaku Putin dan perspektif Putin dapat menjadi faktor penting bagi Trump sebelum membuat kebijakan," jelas Rezasyah.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Putin akan banyak mempengaruhi Trump, hingga kemungkinan mengeluarkan kebijakan.

"Hal semacam ini adalah normal-normal saja dalam proses pembuatan kebijakan," ucap Rezasyah.

Di periode pertama, Trump disebut enggan mengeluarkan sanksi terhadap Rusia. Di era pemerintahan Barack Obama, padahal Washington keras terhadap Moskow.

Sikap keras AS ke Rusia kian terlihat saat di bawah kendali Joe Biden terutama setelah Putin melancarkan invasi ke Ukraina.

Di era Biden, AS melancarkan sederet sanksi dan embargo ke Rusia sebagai imbas invasi ke Ukraina.

Lalu di era Obama, AS menjatuhkan sanksi karena Kremlin menganeksasi Krimea pada 2014 lalu.[Zahra/CNN]



Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form