DUNIA NEWS - merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat vital untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sistem perpajakan yang adil, transparan, dan akurat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak dilaksanakan dengan benar. Salah satu elemen penting dalam sistem ini adalah pengadilan pajak, yang berfungsi untuk menyelesaikan sengketa antara wajib pajak dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Namun, meskipun pengadilan pajak bertujuan menegakkan keadilan, sering kali ditemukan masalah terkait akurasi dalam penetapan putusan pajak. Kesalahan ini dapat berdampak besar bagi kedua belah pihak, baik bagi wajib pajak yang dirugikan akibat pembayaran pajak berlebihan, maupun bagi negara yang berpotensi kehilangan penerimaan yang seharusnya tidak dikembalikan. Berdasarkan data Per 1 Februari 2025, kurang lebih 2.445 pembetulan putusan telah diterbitkan oleh Pengadilan Pajak dari 74.708 Putusan atau sekitar 3,27 persen. Dari jumlah tersebut, terdapat dua putusan yang dilakukan pembetulan ke-3.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana akurasi dari putusan yang sebelumnya diterbitkan. Jika berkaca pada Pasal 77 ayat (1) juncto Penjelasan Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang Pengadilan Pajak menegaskan bahwa putusan pengadilan pajak bersifat final dan memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga dalam penerbitan putusan hendaknya dilakukan proses verifikasi dan validasi untuk minimalkan kesalahan dalam penerbitan putusan. Putusan hakim harus dipertanggungjawabkan kebenaran dan kualitasnya sebagai bentuk akuntabilitas lembaga peradilan terhadap publik.
Sebagai mahkota hakim, putusan dapat menggambarkan bagaimana kualitas intelektual hakim, ketelitian hakim, dan juga kerangka berpikir dalam menganalisis suatu permasalahan hukum. Akurasi dalam putusan pengadilan pajak sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum pajak di Indonesia. Jika kesalahan dalam perhitungan pajak dibiarkan, maka kepercayaan wajib pajak terhadap keadilan dan integritas sistem peradilan pajak akan terkikis.
Kesalahan yang mungkin terlihat sepele, tapi dapat menimbulkan kerugian yang besar, baik bagi wajib pajak atau negara.
Kesalahan dalam putusan pengadilan pajak sering menjadi isu yang mengemuka di pengadilan pajak. Majelis hakim memegang peran sentral untuk menentukan kebenaran dan memastikan bahwa putusan yang diambil didasarkan pada perhitungan yang akurat. Peran majelis hakim dalam sengketa pajak acap kali menghadapi tantangan, terutama terkait kemampuan teknis dalam memahami sengketa yang berimplikasi kepada perhitungan pajak.
Sebagai pengambil keputusan, hakim dituntut tidak hanya memahami hukum, tapi juga memiliki kompetensi dalam menilai data, fakta dan memahami perhitungan pajak dengan benar. Bagi wajib pajak, keputusan yang tidak akurat dapat menimbulkan kerugian material yang besar, mulai dari pembayaran pajak yang melebihi jumlah sebenarnya, hingga kehilangan hak yang semestinya diterima. Di sisi lain, bagi negara pun, kesalahan perhitungan dapat berimplikasi akan potensi kehilangan penerimaan pajak yang seharusnya diperoleh ataupun pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan negara akibat dari putusan yang salah.
Kesalahan ini juga akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi pengadilan pajak di mana integritas lembaga peradilan pajak yang seharusnya dipandang mulia menjadi dipertanyakan oleh masyarakat akibat putusan pengadilan yang salah. Putusan yang diambil oleh lembaga hukum harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan teori akuntabilitas publik yang dikemukakan oleh Mark Bovens (2007). Namun kenyataannya di lapangan menunjukkan bahwa akurasi dalam putusan pajak masih menjadi tantangan besar.
Salah satu kasus kesalahan perhitungan majelis hakim yang penulis kutip berasal dari PUTP3-010023.15/2018/PP/M.XIIB Tahun 2022. Putusan ini merupakan pembetulan ketiga atas putusan sebelumnya yang juga mengalami kesalahan hitung, yaitu PUTP2-010023.15/2018/PP/M.XIIB Tahun 2022[Arifin/kompas.com]